Langsung ke konten utama

Unggulan

Perkembangan Politik dan Militer Masa Demokrasi Terpimpin Hingga transisi ke masa Orde Baru

            Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekamo. Pada masa demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, sedangkan aktivitas dibatasi. Karena kekuasaan presiden yang muda tersebut mengakibatkan penataan kehidupan politik menyimpang dan tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralitas atau pemusatan kekuasaan ditangan presiden yang mana Presiden menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus dengan menjadi Presiden dan Perdana Menteri. Berikut merupakan pelaksanaan atau hal-hal yang dilaksanakan pada saat demokrasi tepimpin. Pembentukan MPRS Pembubaran DPR dan pembentukan DPR GR Pembentukan dewan pertimbangan agung sementara Pembentukan-pembentukan ini didasari oleh keinginan langsung Soekarno dan dianggap penyimpangan. Seperti Berdasarkan UUD 1945, kedudukan presiden berada di bawah MPR...

Pemerintahan Kabinet Djuanda Kartawidjaja (1957-1959)

 

        Permasalahan yang terjadi Ali II membuat Djuanda terpilih sebagai Perdana Menteri yang nantinya menjadi Perdana Menteri terakhir Indonesia, walaupun pada masa Demokrasi Terpimpin nanti sebenarnya Soekarno menjadi Presiden dan PM juga. Rencana Presiden Soekarno membubarkan partai melalui pidatonya pada 28 Oktober 1956 membuat militer gusar. Tak berapa lama pada Desember 1956 militer di sejumlah daerah mengambil alih kekuasaan sipil. Ancaman disintegrasi bangsa ini memaksa Nasution mengambil prakarsa untuk mengakhiri Demokrasi Parlementer. Usulan membentuk Kabinet Hatta untuk meredam permasalahan ditolak oleh Soekarno. Nasution lalu mendesak Presiden Soekarno mengumumkan keadaan darurat perang di mana akan menempatkan militer sebagai pemegang kekuasaan dan memberinya alat untuk mengurus perpecahan- perpecahan yang terjadi di internal militer, yang disetujui oleh Presiden Soekarno. Pada 14 Maret 1957, Ali mengundurkan diri dan Presiden Soekarno mengumumkan darurat perang. Otomatis, posisi partai politik menjadi 'bertahan' dan sukar untuk saling bekerja sama dalam mempertahankan Demokrasi Parlementer.
                Hasil rapat tertutup tersebut akhimya direalisasikan oleh Presiden dengan mengangkat Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri pada tanggal 9 April 1957 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 108 tahun 1957. Penunjukkan Ir. Duanda mendapat dukungan dari beberapa pihak terutama kalangan mantan Perdana Menteri yang pernah bekerja dengan Ir Djuanda sehingga Ir Soekamo juga mempercayakan Menteri Pertahanan kepada Ir. Djuanda Karakter kemimpinan dan hasil kerja Ir. Djuanda yang memuaskan merupakan salah satu faktor eksteral pemilihan Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri. Kabinet ini pun disebut kabinet Zaken. Kabinet ini mempunyai 5 program kerja yaitu:
  • Membentuk Dewan Nasional
  • Melanjutkan Pembatalan KMB
  • Memperjuangkan Irian Barat
  • Normalisasi keadaan Indonesia
  • Mempercepat pembangunan
        Terdapat kendala dalam kabinet ini yaitu peristiwa Cikini yaitu peristiwa percobaan pembunuhan Presiden dengan granat. Namun walaupun begitu kabinet ini mempunyai beberapa pencapaian yang signifikan yang tidak dapat dicapai kabinet sebelumnya yaitu:
  • Mampu menumpas PRRI/Permesta
  • Membentuk Dewan Nasional untuk solusi atas munculnya Dewan Daerah sebelumnya
  • Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah
  • Menciptakan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang mengatur hukum batas perairan Indonesia menggantikan hukum Belanda. Ini membuat wilayah Indonesia bertambah 2,5 lipat
  • Membatalkan hubungan Uni Indonesia-Belanda dalam KMB. Pembatalan dilakukan secara sepihak.
Hasil rapat pada tanggal 3 Juli 1957 yang dilaksanakan h Presiden Soekamo dengan Mr Sartono, Perdana Menteri Quanda, Para Menteri dan Dewan Nasional (Roeslan Abdulgani dan M. Yamin) menghasilkan sebuah Dekrit (Tim Kemendikbud, 2012: 363). Dekrit tersebut dibacakan pada tinggal 5 Juli 1959 dan dikenal sebagai Dekrit Presiden dengan rincian berikut:
  1. Pembubaran Konstituante,
  2. Tidak berlakunya lagi UUDS dan berlakunya kembali UUD 1945
  3. Pembentukan MPRS yang terdiri dari anggota DPR ditambah wakil daerah dan golongan fungsional, pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara. (Ade Bagus Setiawan, 2017:285).
Pembacaan Dekrit Presiden tersebut menandakan pembubaran Kabinet Djuanda. Perdana Menteri Djuanda memberikan mandatnya kembali ke Presiden.

Komentar